Sabtu, 30 Mei 2009
Anak Hiperaktif Bisa Jadi Autisme ?
‘Histeria Autisme’ akhir-akhir ini memang sering melanda para orangtua yang anaknya menunjukkan gejala-gejala yang mirip dengan autis. Namun sebagai orangtuanya tentu kita mampu memberikan pengamatan yang mendetail. Ada beberapa perbedaan mendasar yang dapat kita amati dari perilaku anak dengan GPPH/Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas (ADHD/Attention Defisit & Hiperactivity Disorder) dengan autisme, sebagai berikut.
Aktivitas & Kemampuan BerkonsentrasinyaAnak autisme cenderung kurang mampu berkonsentrasi dan sangat sukar diarahkan untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Aktivitas yang dilakukan lebih berdasar karena dorongan kemauan dari dalam dirinya. Aktivitas bermainnya biasanya cenderung monoton dan bersifat pasif, tidak mampu bermain interaktif dan imaginatif dengan teman bermainnya, seperti main dagang-dagangan, perang-perangan, pura-pura jadi guru, dokter dsb. Mereka juga sangat sukar berganti mainan, cenderung memainkan mainan dan permainan yang sama sendirian, diulang-ulang, rutin dan bersifat stereotipik.
Sementara anak hiperaktif konsentrasinya memang terbatas juga dan sangat mudah sekali teralih perhatiannya pada aktivitas lain yang lebih baru, namun lebih mudah untuk diarahkan melakukan suatu tugas sederhana meskipun sering tidak selesai.
Aktivitasnya yang seperti didorong mesin memang menjadi ciri paling khas dari hiperaktif, seperti tidak mengenal rasa lelah, cenderung tidak dipikir dan sering impulsif seperti tidak sabaran segalanya mau serba cepat, tidak mau menunggu giliran dan semua keinginannya harus diikuti. Mereka justru sangat mudah bosan dan selalu ingin berganti-ganti mainan, serta masih mampu bermain interaktif dan imaginative.
Aspek Sosial & EmosinyaAnak dengan gejala autisme, minat bersosialisasinya sangat rendah. Mereka lebih asyik untuk bermain sendiri dan tidak peduli dengan lingkungan sosialnya. Biasanya justru terganggu apabila ada intervensi dari lingkungannya dan cenderung menghindari kontak mata, merasa tidak nyaman apabila disentuh dan dipeluk. Respons emosinya sering tidak terduga, kadang-kadang cuwek tetapi bisa suatu saat respons emosinya terlalu berlebihan dan biasanya kalau sudah marah sangat sukar untuk diredakan, bahkan ada beberapa anak yang tahan menangis berjam-jam.
Sementara minat untuk bersosialisasi yang ditunjukkan anak yang hiperaktif masih normal, tetapi karena impulsivitas dan agresivitasnya mereka sering jadi ‘troublemaker’ sehingga sering dihindari dan dijauhi teman-teman bermainnya. Kontak mata kadang-kadang masih dilakukan, masih mau disentuh, masih menyukai pelukan. Emosinya cenderung meledak-ledak, tetapi masih lebih mudah untuk diredakan dengan bujuk rayuan.
Komunikasi, Pervasi & PerilakunyaAnak autis sering tidak memahami perintah dan tidak mampu melakukan komunikasi secara aktif. Kata-kata yang diucapkannya terdengar aneh dan mereka sering memakai istilah-istilah yang tidak lazim digunakan. Salah satu ciri khas anak autis adalah rendahnya kemampuan menunjukkan kemauan/pervasif. Jadi anak mungkin lapar tapi tidak ada keinginan untuk minta makan, mau kencing juga tidak mampu memberikan isyarat, tidak menunjukkan rasa takut maupun bagaimana mengekspresikan rasa senang atau rasa sayang kepada orang lain mereka sering tidak mampu. Perilaku yang mereka tunjukkan seringkali aneh dan berlebihan, cenderung menunjukkan perilaku stereotipik seperti tertawa sendiri tapi bukan dalam situasi senang, bertepuk tangan, berjalan jinjit-jinjit, melompat-lompat yang dilakukan tanpa tujuan dan rentang waktu yang cukup lama.
Sementara anak hiperaktif kebanyakan juga menderita kelambatan bicara. Ini tidak mengherankan karena kemampuan berbahasa membutuhkan konsentrasi. Namun mereka masih mampu menunjukkan kemauan/pervasi meskipun dengan bahasa nonverbal, misalnya mereka ingin minum, mungkin tangan kita akan ditariknya dan dengan isyarat menunjuk tempat minum sambil berbicara ‘ah ah uh’ sebagai usaha menjelaskan apa yang diinginkannya. Perilaku yang ditunjukkan lebih diwarnai impulsivitas berupa ketidaksabaran, pemaksaan kehendak maupun rendahnya kontrol diri, keterlambatan banyak berkaitan dengan koordinasi motorik halus, berkonsentrasi maupun berbahasa.
Terapi & Hasil StimulasiTentu saja anak hiperaktif pun perlu diterapi seperti halnya anak autis. Memang gangguan tersebut kalau tidak diterapi tidak akan mengubah anak menjadi autis tetapi yang pasti akan menghambat perkembangan kecerdasan dan sosialnya. Terapi perilaku, terapi konsentrasi, terapi wicara, obat-obatan bahkan keluarganya pun perlu mendapat terapi untuk meneruskan terapi di rumah dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak-anak hiperaktif. Memang dibutuhkan kesabaran, energi dan biaya yang tidak sedikit, namun biasanya kalau terapi dilakukan secara intensif maka perkembangannya akan maju secara bertahap.
Tips Bagaimana Membuat Anak Suka Belajar.
- SUASANA YANG MENYENANGKAN adalah SYARAT MUTLAK yang diperlukan supaya anak suka belajar. Menurut hasil penelitian tentang cara kerja otak, bagian pengendali memori di dalam otak akan sangat mudah menerima dan merekam informasi yang masuk jika berada dalam suasana yang menyenangkan.
- Membuat ANAK SENANG BELAJAR adalah JAUH LEBIH PENTING daripada menuntut anak mau belajar supaya menjadi juara atau mencapai prestasi tertentu. Anak yang punya prestasi tapi diperoleh dengan terpaksa tidak akan bertahan lama. Anak yang bisa merasakan bahwa belajar adalah sesuatu yang menyenangkan akan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan sangat mempengaruhi kesuksesan belajarnya di masa yang akan datang.
- Kenali tipe dominan CARA BELAJAR ANAK, apakah tipe AUDITORY (anak mudah menerima pelajaran dengan cara mendengarkan), VISUAL (melihat) ataukah KINESTHETIC (fisik). Meminta anak secara terus menerus belajar dengan cara yang tidak sesuai dengan tipe cara belajar anak nantinya akan membuat anak tidak mampu secara maksimal menyerap isi pelajaran, sehingga anak tidak berkembang dengan maksimal.
- Belajar dengan JEDA WAKTU ISTIRAHAT setiap 20 menit akan JAUH LEBIH EFEKTIF daripada belajar langsung 1 jam tanpa istirahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak mampu melakukan konsentrasi penuh paling lama 20 menit. Lebih dari itu anak akan mulai menurun daya konsentrasinya. Jeda waktu istirahat 1-2 menit akan mengembalikan daya konsentrasi anak kembali seperti semula.
- Anak pada dasarnya mempunyai naluri ingin mempelajari segala hal yang ada di sekitarnya. Anak akan menjadi SANGAT ANTUSIAS dan SEMANGAT untuk belajar jika isi/materi yang dipelajari anak SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK. Anak akan menjadi mudah bosan jika yang dipelajari terlalu mudah baginya, dan sebaliknya anak akan menjadi stress dan patah semangat jika yang dipelajari terlalu sulit.
Anak Hiperaktif
Mengelola anak hiperaktif memang butuh kesabaran yang luar biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan si anak. Anak hiperaktif memang selalu bergerak, nakal, tak bisa berkosentrasi. Keinginannya harus segera dipenuhi. Mereka juga kadang impulsif atau melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir lebih dahulu. Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak usia prasekolah dasar, atausebelum mereka berusia 7 tahun.
Anda cemas dan gugup? Tentu, tapi jangan takut. Kami punya resepnya.
Pertama, PERIKSALAH. Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai hiperaktif. Karena itu, Anda perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktif. Yang harus Anda lakukan adalah mengonsultasikan persoalan yang diderita anaknya kepada ahli terapi psikologi anak. Ini penting karena gangguan hiperaktivitas bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak, serta kemampuannya dalam menyerap pelajaran dan bersosialisasi. Tujuannya untuk mendapatkan petunjuk dari orang yang tepat tentang apa saja yang bisa Anda lakukan di rumah. Selain itu juga berguna untuk menghapus rasa bersalah dan memperbaiki sikap Anda agar tak terlalu menuntut anak secara berlebihan. Di sini biasanya para ahli akan memberikan obat yang sesuai atau sebuah terapi.
Kedua, PAHAMILAH. Untuk bisa menangani anak hiperaktif, ada baiknya pula jika Anda dan anggota keluarga mengikuti support group dan parenting skill-training. Tujuannya agar bisa lebih memahami sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis. Jika si anak merasa bahwa orang tua dan anggota keluarga lain bisa mengerti keinginannya, perasaannya,frustasinya, maka kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan anak bisa tumbuh seperti layaknya orang-orang normal lainnya.
Ketiga, LATIH kefokusannya. Jangan tekan dia, terima keadaan itu. Perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat, coba pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Mintalah agar anak menatap mata Anda ketika berbicara atau diajak berbicara. Berilah arahan dengan nada yang lembuat, tanpa harusmembenatk. Arahan ini penting sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Anda harus konsisten. Jika meminta dia melakukan sesuatu, jangan berikandia ancaman tapi pengertian, yang membuatnya tahu kenapa Anda berharap dia melakukan itu.
Keempat, TELATENLAH. Jika dia telah “betah” untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik-titik yang membentuk angka atau huruf. Latihan ini juga bertujuan untuk memperbaiki cara menulis angka yang tidak baik dan salah. Selanjutnya anak bisa diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Latihan ini sangat berguna untuk melatih motorik halusnya. Bisa pula mulai diberikan latihan berhitung dengan berbagai variasipenjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka di bawah 10. Setelah itu baru diperkenalkan konsep angka “0″ dengan benar.
Jika empat fase di atas telah dapat Anda lewati, bersyukurlah, pasti keaktifan anak Anda sudah dapat difokuskan untuk perkembangan jiwanya. Ini juga akan sangat membantu Anda dalam menjaganya. Dan kini, masukilah tahap berikutnya, bagaimana Anda harus “bekerjasama” dengan dia.
Kelima, BANGKITKAN kepercayaan dirinya. Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, gunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
Di samping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Misalnya, dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya, orangtua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya.
Dalam tahap ini, usahakan emosi Anda berada di titik stabil, sehingga dia tahu, penguat positif itu tidak datang atas kendali amarah. Ingat, anak hiperaktif rata-rata juga sangat sensitif.
Keenam, KENALI arah minatnya. jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan dari keaktifan dia. Jangan dilarang semuanya, nanti dia prustasi. Yang paling penting adalah mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya secara dini.
Dengan begitu, Anda bisa memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya. Misalnya, mengikutkan anak pada klub sepakbola di bawah umur atau berenang, agar anak belajar bergaul dan disiplin. Anak juga belajar bersosial karena ia harus mengikuti tatacara kelompoknya.
Ketujuh, MINTA dia bicara. Ini sangat penting Anda terapkan. Ingat, anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisai, sibuk dengan dirinya sendiri. Karena itu, bantulah anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai-nilai apa saja yang dapat diterima kelompoknya. Misalnya melakukan aktivitas bersama, sehingga Anda bisa mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi dengan teman dan lingkungan. Ini memangbutuh kesabaran dan kelembutan.
“Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi si kecil memang butuh waktu. Terlebih dulu ia harus dilengkapi dengan sikap menghargai, tenggang rasa, saling memahami, dan berempati,” ujar Susan Barron, Ph.D, Direktur Pusat Perkembangan dan Pembelajaran Mount Sinai Medical Center di New York dalam salah satu artikelnya di majalah Child.
Terakhir, SIAP bahu-membahu. Jika dia telah mampu mengungkapkan pikirannya, Anda dapat segera membantunya mewujudkan apa yang dia inginkan. Jangan ragu. Bila perlu, bekerja samalah dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya. Mintalah guru tak perlu membentak, menganggap anak nakal, atau mengucilkan, karena akan berdampak lebih buruk bagi kesehatan mentalnya. Kerjasama ini juga penting karena anak sulit berkosentrasi dan menyerap pelajaran dengan baik. Dibutuhkan kesabaran dan bimbingan dari guru bagi anak hiperaktif.Nah, itulah dasar-dasar pengelolaan jika anak Anda mengidap hiperaktif. Dia tak berbahaya, hanya butuh SENTUHAN dan PERHATIAN LEBIH. Jika itu dia dapatkan, anak Anda akan berubah jadi JENIUS yang bukan tak mungkin, akan mengubah dunia.
Selasa, 12 Mei 2009
HIDUP PERLU SUKSES
Manusia adalah insan Tuhan yang dilahirkan bagaikan selembar ketas putih yang mana perlu ditulisi. Apabila tulisan yang tertera adalah baik, niscaya manusia akan hidup baik.
Karena itu manusia perlu selalu berusaha, agar apa yang kita cita-citakan dapat terwujud, selain itu akan menjadi contoh bagi anak-anak kita dan anak-anak bangsa.
Kita sebagai guru, bukan hanya mengajar saja, tetapi mendidik dan membimbing anak menuju ke arah perubahan. Maka kita perlu sabar, telaten, dan disiplin utamanya bagi diri sendiri terlebih dahulu. Tanpa disiplin diri sendiri, tak mungkin kita dapat mendisiplinkan orang lain.
Maka kita berjuang, perjuangan membutuhkan pengorbanan dan segala-segalanya. Pengorbanan bukan berarti dari sisi materi saja, tetapi kita harus berani berkorban waktu, tenaga, pikiran, perasaan bahkan hidup kita, untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.
Menjadi seorang guru bukan sekedar profesi dan gengsi, tetapi menjadi seorang guru merupakan panggilan hidup untuk mencetak generasi bangsa yang jauh lebih baik. Untuk menjadi seorang guru sejati, dibutuhkan integritas, loyalitas, pengabdian,inovatif dan kreativitas.
Kesuksesan seorang guru bukan diukur dari kelimpahan materi yang ia miliki, tetapi kesuksusannya diukur dari seberapa besar siswa-siswi yang dididiknya menjadi orang yang sukses. Guru yang sukses berjuang tanpa pamrih dan mengabdi dengan sepenuh hati.Sehingga kelak, ketika siswa itu menjadi orang yang sukses, maka ia akan selalu mengingat jasa guru yang telah mendidiknya sepenuh hati.
Marilah kita bangkit menjadi guru-guru yang sukses. Amin.